Kamis, 01 Juli 2010

Proses Pelilinan Pada Produk Hortikultura

Pada seluruh permukaan luar kulit buah-buahan memiliki lapisan lilin yang alami. Tiap buah memiliki ketebalan lapisan yang berbeda-beda. Lapisan lilin alami tersebut sebagian hilang akibat pencucian. Oleh karena itu, pemberian lilin terhadap buah-buahan pascapanen amat diperlukan. Pelapisan lilin dapat mencegah serangan patogen-patogen pembusuk terutama pada buah-buahan yang memiliki luka atau goresan-goresan kecil pada permukaan kulit buah. Artinya, kerusakan atau pembusukan pada saat buah dalam penyimpanan dapat dicegah (Zuhairini, 1996).

Pelilinan merupakan suatu proses pemberian lapisan pada permukaan produk hortilkultura dengan menggunakan emulsi lilin guna mempertahankan kualitas dan memperpanjang umur simpannya. Menurut Roosmani (1975) bahwa pelapisan lilin terhadap buah dan sayuran berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap hilangnya air dari komoditi dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi. Dengan kata lain pelapisan dapat menekan respirasi dan transpirasi dari buah dan sayuran segar, dapat mengurangi kerusakan pasca panen akibat proses respirasi sehingga komoditi tersebut memiliki umur simpan yang lebih lama dan nilai jualnya dapat dipertahankan. 

Emulsi lilin yang dapat digunakan sebagai bahan pelapisan lilin harus memenuhi persyaratan yaitu tidak mempengaruhi bau dan rasa produk yang akan dilapisi, mudah kering dan jika kering tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, mudah diperoleh, murah harganya, dan yang terpenting tidak bersifat racun (Roosmani, 1975). Jenis lilin yang biasa dipakai untuk proses pelilinan antara lain lilin tebu, lilin carnuba, resin termoplastik, selak, lilin lebah dan sebagainya.

Pemberian lilin pada produk hortikultura dapat dilakukan dengan pembusaan, penyemprotan, pencelupan atau pengolesan. Pembusaan merupakan cara pemberian lilin yang memuaskan karena cara ini meninggalkan lapisan lilin yang sangat tipis pada buah. Suatu alat pembusa dipasang diatas sikat yang sesuai dan emulsi lilin diberikan kepada buah dan sayuran dalam bentuk busa. Penyemprotan cenderung memboroskan pelapisn lilin, lilin dapat diperoleh kembali dalam panci – panci penangkap. Pencelupan dilakukan dengan membenamkan buah atau sayuran dalam tangki pencelup yang berisi emulsi lilin selama 30 detik. Emulsi diberikan dengan kuas yang dipasang konveyor beroda (Pantastico, 1986). Dengan adanya proses pelilinan ini diharapkan kualitas produk bisa tetap dipertahankan dan produk – prouk hortikultura di Indonesia lebih diminati serta tidak kalah saing dengan yang impor.
»»  READMORE...

Peranan Antosianin Pada Produk Hortikultura

Antosianin merupakan pigmen larut air berada pada lapisan epidermal buah dan lapisan mesofil daun. Umumnya konsentrasi antosianin pada buah dan sayuran antara 0,1 sampai 1 %. Antosianin menghasilkan kisaran warna dari berwarna merah sampai biru yang banyak terdapat pada bunga dan buah, meskipun ada juga terdapat pada daun serta bagian lain tanaman (Vergas and Lopez, 2003). Antosianin banyak digunakan di industri makanan dan minuman sebagai pewarna alami. Aplikasi antosianin sebagai pewarna makanan dan minuman dapat dilakukan pada pH rendah seperti untuk minuman ringan, minuman beralkohol, manisan, saus, pikel makanan baku atau kalengan serta yoghurt. Antosianin tidak hanya berperan sebatas pewarna alami makanan karena antosianin juga memiliki fungsi fisiologi. Cyanidin dari ubi ungu jepang memiliki kemampuan sebagai antimutagen (Yashimoto et al., 1999).

Zat warna antosianin tersusun oleh sebuah aglikogen yang berupa antosianidin yang teresterifikasi dengan molekul gula, bisa satu atau lebih. Gula yang sering ditemui ialah Glukosa, Rhamnosa, Galaktosa, Xilosa dan Arabinosa (Tranggono,dkk, 1990). Seluruh senyawa antosianin merupakan senyawa turunan dari kation flavium. Dua puluh jenis senyawa telah ditemukan, tetapi hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan yaitu Pelargonidin, Sianidin, Delfinidin, Reonidin, Petunidin, dan Malvidin (Francis, 1995).

Warna antosianin biasanya lebih stabil pada pH dibawah 3,5 sedangkan pada pH 4 - 5, antosianin hampir tidak berwarna. Kehilangan ini bersifat reversibel dan warna merah akan kembali ketika suasana asam (Kumalanungsih, 2006). Stabilitas antosianin ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti oksigen, pH, temperatur, cahaya, ion logam, enzim dan asam askorbat (Iversen, 1999). Intensitas warna dipengaruhi oleh keadaan alami pegmen dan yang paling berpengaruh adalah pH dan temperatur, faktor lainnya adalah cara penghancuran pigmen. Dekolorisasi dapat terjadi dengan adanya ion metal (logam) dan adanya enzim (James, 1996). 

Antosianin banyak terdapat pada buah – buahan, sayur – sayuran, kacang – kacangan, padi – padian, serelia, dan beberapa bahan pangan lainnya. Menurut Lochachoompol (2004), total antosianin pada blueberi yang telah dikeringkan mengalami penurunan. Jumlah antosianin yang berkurang berkisar antara 41 – 49 %. Meskipun demikian aktivitas antioksidannya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dari buah segarnya. Kelopak bunga rosella memiliki pigmen merah yang mengagumkan yang terdiri dari 4 macam antosianin seperti Dephinidin 3-sambubioside, Cyanidin 3–sambubioside, Delphinidin 3-glucoside, dan Cyanidin 3-glucoside (Wong et al., 2002).

Kadar antosianin ubi ungu terekstrak terbesar diperoleh menggunakan rasio pelarut (larutan asam sitrat 3%) dengan ubi ungu sebesar 4 : 1 yaitu sebesar 99,5281 % dan kadar antosianin ubi ungu terkecil diperoleh menggunakan rasio pelarut (larutan asam sitrat 3 %) dengan ubi ungu sebesar 2 : 1 yaitu sebesar 87,1001 % (Susilo, 2005). Hasil penelitian oki et al. (2002) menunjukkan bahwa antosianin aglikan Peonidin dan Cyanidin tampaknya menjadi komponen terbesar penangkap radikal bebas pada jenis ubi jalar yang tinggi kandungan antosianinnya seperti Ayamurasaki dan Kyushu 132.

Sumber : Berbagai Sumber
»»  READMORE...